Waktu demi waktu berlalu, perasaanku padanya pun semakin
kuat, namun belum sempat kuutarakan walaupun sebenarnya ingin sekali kulakukan.
Karena ketidakberanianku, aku berusaha menutupi perasaanku dan hanya mampu
mencintainya dalam diam.
Dia yang tak menyadari akan hal itu selalu mencandaiku
dengan candaan-candaan mesranya. Di kelas ia menyapaku dengan sebutan beda dari
yang lain, namun karena ada beberapa orang yang memanggilku dengan sebutan yang
sama dan semuanya adalah sahabatnya, sehingga aku menganggap itu sebagai sebuah
candaan walupun begitu bahagianya aku saat kata itu terlontar dari mulutnya.
Pernah kukirim sepenggal pesan yang kuselipkan perasaanku padanya namun
dianggapnya sebagai candaan semata seperti yang biasa dilakukannya padaku.
Bagiku hidup hanya sekali, cinta sekali dan mati pun juga
sekali. Maka tak ada yang namanya mendua. Dengan memegang prinsip yang
demikian, aku tetap menutupi perasaanku darinya, dan memilih untuk mencintainya
dengan caraku sendiri sambil mengharapkan Tuhan mengaruniaiku sedikit
keberanian untuk bisa memilikinya seutuhnya.
Sempat aku bertanya, entah pada siapa, mungkin pada diriku
sendiri. Apakah waktunya akan terhenti sementara di saat aku mencari-cari
keberanian yang entah dimana keberadaanya? Atau dia akan berlalu bersama waktu
dan berhasil menemukan cintanya sendiri? Oh, betapa menyakitkannya jika itu
terjadi.
Cinta selalu memberikan bahagia dan sakit di hati. Bahagia
saat berada di dekatnya, dan nyeri di saat kusadari begitu rapuhnya diriku aku
hanyalah pemuja rahasianya, menyadari bahwa waktunya telah lelah menunggu
kedatanganku, menyadari bahwa betapa rapuhnya aku.
Kini tak ada lagi yang dapat kuimpikan, tak ada lagi yang
dapat kuharapkan hanya cinta dalam diam inilah yang mampu kupertahankan. Aku
berjanji akan menunggumu jika memang itu pantas untukku yang rapuh ini.
Aku berharap, goresan penaku ini dapat mewakili perasaanku
yang begitu kuat padamu, dan mewakili ketidakberanianku mengungkapkannya.
Sampai kapanpun aku akan tetap di sini unutuk mencintaimu dengan diamku.






0 komentar:
Posting Komentar